Senin, 21 September 2009

Kesenjangan Sosial di Jerman vs. Indonesia
























.
Bro tahu kan, kalau negara kita termasuk negara dengan tingkat kesenjangan sosial yang cukup tinggi. Kalau di Jerman, meskipun sejak krisis ekonomi 2.0 melanda dan membuat jurang antara golongan kaya dan miskin membesar akibat jumlah orang yang masuk golongan menengah banyak yang rontok terhantam krisis, jurang kesenjangan sosialnya masih relatif tidak terlalu besar. Kecilnya kesenjangan sosial di negara mobil ini berbanding terbalik dengan produk motor yang dipasarkan. Kalau boleh saya membuat sebuah teori:
Kesenjangan sosial di masyarakat berbanding terbalik dengan kesenjangan sosial motor yang dipasarkan. Artinya: Kalau tingkat kesenjangan sosial masyarakatnya tinggi, maka tingkat kesenjangan sosial motor yang umum dipasarkan rendah, dan sebaliknya.
(Teori Tingkat Kesenjangan Sotoy by Prof. Dr. Arie Slight S.E. [sarjana edan] )
Misalkan di Indonesia, harga motor tertinggi hingga terendah yang umum dipasarkan tidak sampai 10 kali lipatnya kan? Ya, ini tentunya terkait juga dengan kebijakan pembatasan kapasitas motor yang dibawah 250 cc. Sebaliknya di Jerman, harga motor tertinggi dan terendah lebih dari 10 kali lipatnya. Misalkan harga Kymco Pulsar ataupun Sym Mio (keduanya pernah dibahas bulan Juli lalu) yang dipasarkan di bawah 1700 Euro, sedangkan harga satu unit BMW HP-2 Sport tembus 21600 Euro (paling murah-tergantung fitur tambahan), padahal BMW kece yang satu ini bukan yang termahal lho. Tingkat kesenjangan sosial motor yang umum dipasarkan di Jerman bisa dibilang tinggi, karena motor murah hingga motor sangat mahal dan motor berkapasitas kecil hingga berkapasitas extra besar, beredar di negara ini.
Hmmm mungkin kalau tingkat kesenjangan sosial di masyarakat kita kecil, tingkat pendapatan masyarakat tinggi dan pertumbuhan ekonomi stabil, baru kita bisa mengalami keadaan, dimana tingkat kesenjangan sosial motor yang umum dipasarkan cukup tinggi.

Foto: HP-Klassikku

3 komentar:

  1. Sori brother. I disagree. Kesenjangan motor semata2 krn ATPM kita gak mau susah.
    Gak mau buat motor premium. Lihat aja klub2 moge? Walau harga moge jd 3 kali lipat lebih dr hrg aslinya, toh banyak jg yg beli. Apalagi hrg sm dgn luar negeri. Pasti bakalan banyak yg beli. Saat negara lain sudah umek (pecicilan red) cari energi alternatif, disini masih balapan bebek kwek kwek.
    Apa bedanya kita dgn thai atau indihe? Toh disana motornya jauh lebih baik.

    ttd jombloati, krn via hape

    BalasHapus
  2. Hmmm...
    kalo ijk melihat ini lebih pas bukannya disagree, tetapi melengkapi. Emang artikelnya kependekan dan (sengaja) tidak tuntas. Ibaratnya, kalo fenomena gunung es, ini masih ujungnya doang yang nongol di permukaan air. Soal mana duluan yang mesti dibenahin, antara ATPM, Masyarakat dan aturan pemerintah, susah juga kali ya, kaya nentuin duluan mana telor sama ayam.
    Kalo menurut ijk, ya semua itu multikausal, artinya banyak penyebabnya, jadi bakal ada banyak saran dan pemikiran yang (bisa dibilang) benar, satu sama lain harus saling melengkapi dan sinergis hingga timbullah harmoni (halah..harmoni lagi hihihi...)
    BTW, ini sebenernya artikel pancingan doang lho hihihi... ombak tsunami sebenernya belom dateng...waspadalah..waspadalah hihihi..
    (btw, nyambung ga jawabannya?? hihihi.... maklum lah, ijk bulan depan belom dapet kamar nih hikshiks..wah Obdachlose nih huhuhu...)

    BalasHapus
  3. Kalo soal teori kesenjangan itu, ijk akui itu memang bisa dibilang salah, walaupun ga sepenuhnya salah.. maksudnya teori ini ga berlaku universal, cuma dalam konteks Jerman-Indonesia aja, tapi kalo dipake di Negara lain ya ga valid.
    btw, kalo ga universal, ga bisa dibilang teori ya? maklum lah, namanya blog beraliran sesat hihihi...terimakasih kepada saudara Jombloati yang menuntun kembali ke jalan yang benar xixixi.. kabooooorrr

    BalasHapus