Senin, 12 Januari 2009

A Tribute to Kawasaki Forever (Part. 3)










Saat ini Marco Melandri dan John Hopkins mendadak dangdut. Menurut terawang gaib Ki Gede Anue, mereka berdua---walaupun tidak bisa berbahasa Indonesia--- mendadak seringkali menyanyikan lagu salah satu band Indonesia yang banyak digemari di pelosok-pelosok daerah, tetapi banyak juga yang mencibirnya: Kangen Band. Yoi, Hopkins dan Melandri sedang senang-senangnya mendendangkan kalimat: sudah usai sudah......


Wajar saja, sebab pabrikan Kawasaki sudah memutuskan untuk tidak meramaikan Motogp. Mari kita lihat satu-persatu faktor yang dapat membenarkan keputusan geng Ijo:


1. Soal berpartisipasi dalam Motogp makan banyak biaya, semua juga sudah tahu. Soal Motogp yang dianggap ajang balap motor paling bergengsi dan menjadi papan judi pertaruhan nama besar pabrikan pun sudah bukan hal asing. Apakah Kawasaki mundur berarti mereka kehilangan salah satu alat berpromosi? Tidak juga... Ingat, prestasi Kawasaki yang menurun malah menjadi senjata makan tuan. Menjadi bulan-bulanan di sirkuit tentunya bukan promosi, tapi harakiri!


2. Menurut terawang gaib Ki Gede Anue, selayaknya Kawasaki berkonsentrasi saja dulu di WSBK ataupun WSS. Ini lebih besar efeknya ke penjualan. Wajar... kan kalau menang di Motogp, ZX-RR tidak bisa dibeli, hanya bisa menjadi kebanggaan dan memperbaiki goodwill yang dimiliki Kawasaki. Namun, perlu diingat, meraih goodwill tidak bisa instant, toh kalaupun sudah diraih, efeknya juga tidak bisa instant. Bisa-bisa Kawasaki keburu kolaps! Namun, kalau menang di WSBK ataupun WSS, otomatis meningkatkan minat bikers untuk menggebet ZX-10R dan ZX-6R (walaupun belum tentu beli, maklum ekonomi sulit, belum lagi tawaran dari pabrikan lain). Ini tentunya lebih realistis dan lebih mudah direalisasikan.


3. Faktor pembalap bisa jadi dijadikan pembenaran Kawasaki untuk mundur. Tampaknya ada gelagat bahwa mereka tidak yakin dengan potensi pembalapnya sendiri. ZX-RR milik geng ijo bukan hanya berwarna hijau, tapi dibandingkan motor kompetitor, motor ini pun masih hijau! Parahnya, Kawasaki saat ini tidak memiliki pembalap yang ampuh dalam hal membangun motor layaknya Rossi, Capirossi, maupun Nakano.
John Hopkins memang oke, tetapi penampilan tahun lalu yang memble gara-gara cedera maupun motornya sendiri yang memble ataupun kadang tertimpa sial membuat Kawasaki sendiri bingung dan bertanya-tanya: Akankah terulang kembali?
Bagaimana dengan Melandri? Penampilan dengan Honda dulu termasuk sangat cemerlang. Nah, disinilah bahayanya...Kenapa? Tahu sendiri dong anjloknya prestasi doi diatas Ducati! Dari masa cemerlang langsung menuju kehancuran dapat berdampak besar pada sisi psikologis pembalap. Lihat saja yang terjadi pada Poggiali! Tidak ada kan yang bisa menjamin bahwa mental juara Melandri bisa di recall...

4. Kita kembali lagi ke masalah keuangan. Kawasaki adalah pabrikan motor terkecil diantara pabrikan motor Jepang lainnya di Motogp. Sumber pemasukan mereka pun sangat terbatas. Honda masih memproduksi mobil, robot, generator, pompa air, kompresor dsb. Yamaha juga punya lahan lain seperti di bidang alat musik, jet ski maupun mesin speed boat. Suzuki masih bisa menarik untung dari penjualan mobil. Bagaimana dengan Kawasaki? Mereka memang punya Kawasaki Heavy Industry, tetapi di masa krisis, permintaan untuk produk mereka yang paling kena imbasnya! Untuk itu Ki Gede Anue menyarankan agar Kawasaki Heavy Industry diganti namanya menjadi Kawasaki Happy Industry.

5. Nama besar Kawasaki sudah terkikis. Sudah lama mereka tidak mendominasi arena balap berskala internasional. Image mereka sebagai produsen motor cepat sudah tidak sekuat dulu saat ZZR 1100 menjadi motor jalanan tercepat. Gelar yang kini dipegang Hayabusa bukannya tidak bisa direbut kembali. Kawasaki sudah mencoba menjegal dengan ZX-12R, dan kini dilanjutkan dengan ZZR 1400. Namun, apa daya...Hayabusa masih menang dalam urusan top speed. Di sini Ki Gede Anue melihat kesalahan dalam marketing Kawasaki. Menurut orang tidak normal ini, Kawasaki salah menentukan kebijakan. ZZR 1400 memang menang berakselerasi, tetapi tidak cukup lincah di tikungan. Tidak hanya itu, orang pun masih terpaku pada yang namanya top speed, dan gelar ini tidak dimiliki Kawasaki. Bukannya tidak bisa sih, Kawasaki sendiri yang membatasi top speed ZX-12R dan ZZR 1400. Mereka enggan kalau produknya kena boikot gara-gara menembus batas angker 300 Km/jam. Disinilah dilemanya.... Semestinya tidak salah keputusan memasang limiter ini jika handling Kawasaki lebih lincah dan lebih stabil dibandingkan Hayabusa. Toh bikers berpengalaman tahu kok, kalau limiter dicabut mandatnya, si Kawasaki bongsor dijamin tak terkejar di lintasan lurus.
Soal image ini juga yang menjadi dilema bagi Kawasaki. Mereka tidak bisa menjejali produknya dengan peranti full racing ataupun high end seperti yang dilakukan Ducati, karena mereka tidak bisa lepas dari status mereka sebagai motor Jepang! Dalam hal ini, mereka tidak punya keuntungan yang dimiliki Ducati, Bimota ataupun Harley Davidson (untuk Harley, maksudnya bukan dalam pemasangan peranti racing, tetapi image).

Mengingat rumitnya permasalahan ini, tentunya wajar jika Kawasaki memutuskan hengkang. Kawasaki harus bisa survive dulu melalui badai krisis ekonomi kali ini. Mereka dituntut bekerja lebih keras dibandingkan pabrikan Jepang lainnya. Moge-moge mereka harus kembali rajin mewarnai podium-podium WSBK maupun WSS kalau ingin berpromosi dan menggaet konsumen baru. Hal ini otomatis akan memperkuat hubungan emosional mereka dengan penggemar Kawasaki yang tetap setia dengan si hijau. Toh kalau terus-terusan jadi bulan-bulanan, bisa-bisa hanya sedikit kan yang tetap setia?? Ingat, itu baru dalam urusan setia naik Kawasaki, belum tentu beli Kawasaki baru kan... Motogp bukanlah segala-galanya. Lihat saja Porsche, meskipun tidak ikut F-1, semua orang tahu kualitasnya.
Saran Ki Gede Anue, Kawasaki harus kembali seperti dulu, menjadi pabrikan yang paling banyak memberikan terobosan baru. Jika berpatokan pada produsen mobil di Detroit Auto Show yang memproduksi mobil kecil, irit BBM, maupun mengandalkan teknologi hybrid, maka memang langkah ini sepatutnya segera ditempuh juga oleh Kawasaki. Ingat, yang pertama kali menembus pasar dengan sebuah produk akan memiliki keuntungan dalam berbagai aspek pemasaran. Apalagi Kawasaki sudah dikenal sebagai produsen motor, tentunya kalau sampai Kawasaki memproduksi motor listrik jauh lebih mudah pemasarannya dibandingkan produsen-produsen baru yang belum punya nama.
Mudah-mudahan artikel ini bisa menambah pengetahuan Bro semua...harap maklum kalau analisisnya ngaco. Maklum, pendidikan saya dalam bidang ekonomi hanya sampai di tingkat SMA, di sebuah SMA di dekat pasar Pondok Labu.... (Jadi ingat kisah cintaku euy.....)



Sumber:

Terawang Gaib by Ki Gede Anue
Foto: HP-Klassikku




1 komentar: