Penggemar motor klassik pastinya tidak asing mendengar nama Vincent, sebuah pabrikan motor Inggris yang eksis dalam rentang waktu 1928-1956 dan dikenal sebagai produsen motor sport bertenaga besar dan menjadi motor jalanan tercepat pada zamannya.
Kita mulai perjalanan kecil kita mengenal Vincent dari si pendirinya, Philip Conrad Vincent. Vincent yang orang tuanya tinggal di Argentina sebenarnya dilahirkan di Inggris. Ketika beranjak dewasa, ayahnya yang orang Inggris mengirimnya kembali ke Inggris untuk mengenyam pendidikan di Universitas Cambridge. Sejak zaman kuliah alat-alat perindustrian, Vincent sudah menentukan, karier apakah yang ingin ditempuhnya kelak, yakni berkecimpung di dalam dunia produsen motor. Selama masa kuliahnya ini, Vincent sudah memikirkan untuk melengkapi motor dengan pegas alias suspensi.
Vincent kemudian membujuk ayahnya untuk mengucurkan dana dalam rangka mewujudkan cita-citanya merakit motor. Sang ayah yang entah apa kerjaannya memenuhi keinginan putranya. Akhirnya pada tahun 1927 Vincent berhasil menyelesaikan sepeda motor pertamanya yang menggunakan mesin MAG yang sanggup dikendarai hingga 130 Km/jam. Tidak puas sampai disitu, Vincent bersikeras terus memproduksi motor. Ia kembali merongrong ayahnya untuk memberinya modal (anak yang matre...). Vincent yang bekerjasama dengan Frank Walker, sang konstruktor menemukan bengkel yang cocok dengan keinginannya di daerah Stevanage. Ketika mereka mendengar kabar, bahwa HRD Motors Ltd. dijual, Vincent kembali nodong babenya. Vincent melihat kesempatan emas, ia bermaksud menggunakan sumber daya yang sudah dimiliki HRD, firma produsen motor yang didirikan Howard R. Davies.
Memang sudah jodohnya, Vincent dan Davies memiliki pemikiran yang sama. Mereka ingin membangun motor sport berkualitas tinggi dalam jumlah terbatas. Pada tahun 1930, Vincent-HRD berkembang cukup baik. Mereka mencangkokkan mesin Rudge dan JAP ke dalam sepeda motor produksinya. Dalam perkembangan selanjutnya, Vincent dan Davies tidak puas pada performa dan daya tahan mesin Rudge dan JAP. Oleh karena itu, mereka pun memutuskan untuk memproduksi mesin motor sendiri. Pada tahun 1934, setelah gagal maning di ajang balap TT, diceraikanlah JAP dari kontrak kerja Vincent-HRD.
Selanjutnya, Vincent menugaskan Phil Irving, insinyur mesin asal Australia yang sejak tahun 1931 bekerja di firma Vincent-HRD, untuk merancang dan memproduksi mesin motor untuk Vincent-HRD. Mesin itu akhirnya diperkenalkan di ajang Olympia Show pada tahun 1935. Mesin 1 silinder 500 cc ini dicangkokkan ke 3 motor berbeda, yakni versi standard (Meteor), versi sport (Comet) dan versi TT-replica. Ketiganya sukses dan sangat populer dikalangan bikers Inggris.
Irving tidak berhenti sampai di situ. Ia terus berkreasi, tidak lama kemudian ia menciptakan mesin baru dengan konstruksi V-twin 2 silinder 47 derajat berkapasitas 1000 cc. Namun, masalah muncul akibat sistem kopling dan penerus daya yang tidak kuat menahan dan menyalurkan tenaga mesin yang zaman itu dinilai sangat besar. Akhirnya, setelah mengalami penyempurnaan, pada tahun 1939 selesai juga si mesin dan diluncurkan pada sepeda motor yang dinamai Rapide (Series A). Hingga sebelum meletusnya PD II, model ini terjual hingga lebih dari 70 unit.
Setelah PD II berakhir, atau tepatnya pada tahun 1946, Vincent-HRD meluncurkan Rapide B yang merupakan penyempurnaan dan hasil tune-up Rapide Series A, hanya saja kali ini mesin V-twin lebih mekar menjadi 50 derajat. Soal konstruksi rangka, model ini tampil beda dibandingkan motor lainnya. Jika di motor lain rangkalah yang menjadi elemen yang menyatukan mesin dan komponen motor lainnya, maka di model ini mesin lah yang memainkan peran itu. Dengan top speed melampaui 180 Km/jam, Rapide B tampil di berbagai media massa dengan predikat ''motor standard jalanan tercepat sedunia''. Dua tahun kemudian, diluncurkanlah versi Black Shadow, sehingga namanya menjadi Rapide B Black Shadow. Motor ini dijuluki Black Shadow karena tanki, mesin, rangka dan tromol remnya di-cat hitam. Speedometer yang menampilkan angka 150Mph atau sekitar 241 Km/jam menjadi salah satu indikasi, kalau doi adalah motor jalanan tercepat saat itu. Pada kenyataannya, Black Shadow ''hanya'' mau digeber hingga 195 Km/jam.
Pada tahun 1949, diluncurkanlah Black Shadow Rapide C-Series. Motor yang hanya diproduksi hingga tahun 1954 ini mirip dengan versi sebelumnya. Perbedaannya hanya ada penambahan suspensi belakang dan penggunaan garpu depan Gidraulic. Garpu Gidraulic ini merupakan garpu khas Vincent, yakni gabungan dari model batang suspensi berbentuk trapesium dan suspensi hidrolik. Black Shadow seri C ini adalah motor paling terkenal yang pernah diproduksi Vincent. Ini tidak lepas dari aksi Rolland Free yang memecahkan rekor kecepatan motor di kategori motor dengan sistem pengabutan kaburator di danau garam di Amerika Serikat.
Black Shadow seri C tetap menjadi motor massal tercepat di zamannya. Motor V-Twin berkapasitas tepatnya 998 cc ini bertenaga 55 PS pada 5700 rpm. Tenaga segitu cukup untuk meluncurkan motor berbobot 208 Kg ini hingga 196 Km/jam. Sistem pengapiannya berkapasitas 6 Volt/ 40 Watt yang bekerja seiring perputaran sistem kopling. Saklar starter dan amperemeter diletakkan di batok lampu depan. Untuk pengereman, biker hanya dibekali rem tromol. Kalau di motor sport modern rem cakram dobel menjadi menu wajib untuk mengurangi laju ban depan, maka di motor ini juga ditemukan rem dobel, hanya saja masih tromol berdiameter 7 inci. Sayang Vincent gulung pabrik pada tahun 1956. Ini sudah menjadi konsekuensi dari idealismenya yang hanya ingin memproduksi motor berkualitas tinggi. Ekslusivitas memang ada harganya! Sesuai tujuannya, hanya sedikit orang yang sanggup mengikuti paham dan gaya hidup eksklusif. Vincent pun, terlepas dari segala kesuksesan dan kepopulerannya, tidak pernah sanggup menjual produknya dalam jumlah besar. Yang tidak sanggup bukan Vincentnya, tapi konsumennya Bro..maklum, eksklusif itu mahal!!!
Setelah membaca kisah Vincent, marilah kita berharap kalau anak-anak Indonesia tidak suka minta duit pada bapaknya seperti si Vincent hehe...Bercanda Bro... Alangkah bahagianya kalau setiap anak yang minta duit bisa mempergunakan duit itu seperti yang dilakukan Vincent. Bayangkan kalau ada anak negeri ini yang melakukan kerjasama dengan pabrikan motor yang sudah mapan, seperti Vincent yang pada awalnya hanya mencangkokkan mesin dari pabrikan motor lain. Bukankah selama ini kita memimpikan motor nasional yang berkualitas tinggi? Sepenilaian saya, yang selama ini masih diragukan adalah kualitas mesin motor. Karena itu, langkah usaha perakitan seperti yang dilakukan Vincent di awal kariernya bisa menjadi contoh yang baik. Bisa saja kan mesin pabrikan Jepang dicangkokkan ke sepeda motor produksi dalam negeri, syukur-syukur kalau canggihnya bisa seperti yang dilakukan Bimota. Mudah-mudahan di tahun mendatang kita semua bisa meniru Vincent, bukan dalam hal menodong orang tua Bro...tapi menjadi orang yang bisa menciptakan masa depan, bukan hanya bisa menantikan...
Sumber:
Hugo Wilson: Motorräder, Über 300 Klassiker. München 2007.
Mirco de Cet: Illustrierte Klassische Motorräder, Enzyklopädie.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar