Murah Meriah Bersama 2 Tak

Salah satu hal yang paling bikin saya susah berkonsentrasi adalah motor, tepatnya mikirin motor apa yang nanti mau menemani si Tiger hitam nanti, maklum, doi merengek mau punya adik. Selain bergaya cafe racer, gaya sport full fairing juga sering nyantol di benak saya. Syaratnya mudah saja: cantik di mata, liar di tangan dan sejuk di kantong...


Soal cantik di mata sih paling mudah diatur, dengan dana 3 juta rupiah sudah bisa mewujudkan motor full fairing, maksudnya beli fairing dan bodinya saja. Soal liar di tangan, hmmm, kepikiran sih mau mempersunting Yamaha Scorpio yang tentunya akan menderita menjadi bahan praktekan tangan saya yang doyan ngotak-ngatik bin tune up. Namun, menuju kriteria ke-3 yakni sejuk di kantong, tampaknya Yamaha Scorpio belum terlalu sejuk di kantong untuk dijadikan bahan dasar, belum lagi mesti bayar pajaknya tiap tahun.


Kebetulan saya menemukan sebuah komik berjudul Duft der Jugend alias Aroma Masa Muda di majalah. Isinya tentang seorang biker yang baru saja membeli sebuah motor murah meriah, yup 2 tak! Saat motor itu di test ride, biker lainnya bukan pada dongkol karena asap yang ditimbulkan, tetapi malah mengikuti si sumber asap. Alasan mereka: kangen masa lalu..... Tak beda juga dengan bikers di Indonesia yang minimal punya jam terbang 10 tahun, pasti masih akrab dengan aroma khas asap 2 tak. Sebenarnya yang menjadi daya tarik 2 tak adalah tenaganya yang meledak-ledak, dengan kapasitas 100 cc, motor 2 tak setara dengan motor 4 tak berkapasitas 180 cc (yang secara teknologi dan bobot sebanding). Belum lagi biaya korek mengorek dan harga komponen motor 2 tak yang relatif lebih murah, hari gini, siapa sih yang tidak terbius dengan kata murah!


Singkat kata, kandidat calon motor yang mau saya gebet adalah: Yamaha RX-Z/Yamaha RZR/ Yamaha RX-King/Suzuki RGR. Alasannya: Bahannya murah (Kadang 2 juta udah dapet lho...), ngoreknya murah, pajaknya pun murah. Suzuki RGR tentunya yang paling gampang disulap jadi motor balap full fairing, karena sejatinya memang motor balap full fairing, rangka sudah sporty, suspensi belakang pun sudah monoshock. Namun, saya mau Yamaha hehe..... Bukan apa-apa sih, alasan emosional dan selera saja. Lihat kan gambar TZR 125 di atas? Nah, kira-kira seperti itulah tampang motor sport harian saya nanti, yup, fairing dengan buntut sembalap tahun 90-an dan cat zamannya Max Biaggi masih di Marlboro Yamaha. Dengan jebloknya harga motor massal 2 tak, impian itu semakin dekat... Kira-kira hitungannya begini:


Yamaha RZR terlantar= Rp.3 juta
Biar RZR sehat wal'afiat= Rp. 1 juta
Velg lokal + Ban 110/17 n 130/17+ Cakram depan lebar = Rp. 2 Juta
Monoshock biasa aja + pasang= 1 Juta
Bodi full fairing+Buntut+Kondom Tanki= Rp. 3 Juta
Ngecat Sendiri= Rp. 500 ribu + 1 minggu + pegel-pegel ngamplas
Tune Up (top speed 140 Km/h cukuplah...) + Knalpot racing lokal= 1 Juta
Total= Ga nyampe 12 Juta kan yummy.....


Memang kalau untuk dijual lagi rugi, tetapi kalau untuk dipakai sendiri puas kan.. Ya begitulah nasib kebanyakan motor modifikasi...... Namun, ada yang mengubah pendirian saya untuk meminang motor 2 tak jadul yang tidak ramah lingkungan. Minggu kemarin, saat hari lingkungan hidup, sebuah stasiun TV menayangkan film berjudul Home, sebuah film dokumenter baru bertema lingkungan. Isinya sih biasa, tentang lingkungan hidup. Namun entah kenapa, film yang pada awalnya saya anggap remeh akhirnya membuat saya memutuskan tidak jadi mengadopsi motor 2 tak.


Di satu sisi sih nafsu banget bergaya Max Biaggi dengan motor ala Marlboro Yamaha, tetapi di sisi lain sedih juga kalau saya menjadi makhluk yang lebih banyak menghancurkan alam dibandingkan melestarikannya. Sebagai orang Indonesia yang tinggal di Jakarta, sedih juga kan kalau harus lihat Jakarta nantinya tidak bisa dihuni lagi karena banjir yang terus menerus karena permukaan laut yang naik. Atau di Jerman sendiri saat ini sering terjadi tornado lho, sebuah fenomena yang tahun-tahun sebelumnya sangat jarang terjadi. Penyebab tornado simple saja, yakni ketika aliran udara dingin bertemu aliran udara panas. Iklim Eropa yang dingin mau tidak mau berkenalan dengan aliran udara panas merupakan buah karya global warming.


Di satu sisi, banyak pecinta alam yang berkorban besar untuk melestarikan alam, seakan-akan mereka tidak punya kehidupan pribadi saja...Atau mereka pada stress ya???!! Atau mereka pengangguran??!!! (Salut melihat perjuangan orang-orang ini!). Di sisi lain, orang mengembangkan teknologi ramah lingkungan yang memakan biaya sangat tidak sedikit! Di sisi lainnya lagi, banyak yang sadar dirinya merusak, tetapi mau-tidak mau harus melakukannya karena tidak ada pilihan lain. Kalau saya??? Hmmm, minimal saya masih bisa memilih........




Foto: HP-Klassikku