Sabtu, 31 Oktober 2009

Marketing Sotoy: Target Ekonomis atau Psikografis?



Dalam ilmu marketing (di Jerman sini lo..tau deh di tempat lain hihi...), dikenal ada dua tujuan atau target marketing: ekonomis atau psikografis. Target ekonomis disebut juga target yang sifatnya quantitatif karena memang bisa dihitung dan sifatnya konkret, misalnya: menaikkan omset, memperbesar keuntungan, memperbesar daerah pemasaran dan sebagainya. Nah, target ekonomis ini gampangnya ya: bisa diukur dengan duit duit dan duit! Perusahaan itu ada karena ingin mengumpulkan duit kan... Jadi, semua perusahaan ya pasti punya target ekonomis. Misalkan, sebuah perusahaan motor punya tujuan ekonomis: menaikkan jumlah penjualan motor X, atau contoh lainnya: perusahaan itu ingin memperbesar keuntungannya yang diperoleh dari penjualan motor Z. Nah, kalau target marketingnya ini tercapai, ya artinya target ekonomisnya terpenuhi.

Nah target psikogafis itu apa? Target psikografis itu disebut juga target nonekonomis/target preekonomis/target qualitatif. Target psikografis itu sifatnya tidak riil layaknya target ekonomis. Target psikografis itu adalah target yang berkenaan dengan keadaan mental si konsumen atau calon konsumen, gampangnya: apa sih yang ada di benak konsumen, atau dirasakan konsumen ketika mendengar nama sebuah perusahaan. Artinya: image konsumen terhadap sebuah perusahaan dan produknya. Pentingkah target psikografis ini untuk dipenuhi? Penting! Dari namanya saja target preekonomis, artinya, target ini harus dipenuhi terlebih dahulu untuk mencapai target ekonomis, sebab target psikografis ini adalah prasyarat terpenuhinya target ekonomis..ngerti ora Bro??????

Nih biar jelas:
Misalkan Yamaha ingin memperbesar penjualan jatah motor sportnya (motor balap) di dunia. Nah itu namanya tujuan ekonomis. Nah, supaya konsumen bisa tergaet hatinya untuk membeli motor balap Yamaha, ya harus ada wujud konkret dan keuntungan yang bisa ditawarkan motor-motor balap Yamaha dibandingkan kompetitornya. Jadi, diproduksilah motor-motor balap yang punya potensi jadi motor juara dan punya spek lebih baik daripada kompetitornya. Dengan langkah ini, semestinya sih penjualannya akan meningkat. Namun, apakah cukup dengan produk terbaik di kelasnya? Tidak..

Nah, disinilah peranan promosi dan usaha politik komunikasi lainnya diperlukan! Disini muncullah target psikografis sebagai prasyarat target ekonomis: Konsumen harus diyakinkan, motor balap Yamaha adalah motor juara! Caranya ya dengan sekuat tenaga menjuarai kompetisi-kometisi balap dunia, mulai dari MotoGP. WSBK, WSS dan balap-balap moge lainnya di berbagai tingkat nasional. Untuk mencapai target psikografis ini, Yamaha tentunya harus keluar biaya extra besar. Di MotoGP tahu kan mereka berani bayar siapa-siapa saja... di WSBK pun dulu pernah saya tuliskan, hanya Yamaha yang berani bayar Ben Spies! Nah setelah target-target ini tercapai, artinya target psikografis Yamaha sudah tercapai, tinggal langkah selanjutnya bagaimana... Memang Yamaha jadi babak belur karena berusaha merajai dunia balap motor dalam satu periode dan dalam waktu singkat, tetapi ingat: target psikografisnya tercapai. Sekarang, bagaimana langkah selanjutnya untuk memenuhi target ekonomis mereka..... Masih sanggup memasuki fase selanjutnya untuk memetik hasil pencapaian target psikografis dan menuju kesuksesan, atau keburu kehabisan nafas karena memforsir di tahap-tahap awal marathon?????????


Sumber:Prof. Ingo Bieberstein
Diceritakan Kembali oleh: Prof. Dr. Arie Slight, MBA. SE. (sarjana edan)

Rabu, 28 Oktober 2009

Knalpot Racing Legal

Setelah membaca artikel di blognya Mas Taufik:

http://ninja250r.wordpress.com/2009/10/27/pakai-knalpot-racing-di-jalan-umum-melanggar-pasal-58-uu-no-22-tahun-2009/

saya jadi agak bingung juga. Di satu sisi, sebagai seorang bikers, saya merasa ada kebebasan yang hilang. Di sisi lain, kalau memang aturan ini benar-benar dijalankan secara konsisten dan berkesinambungan, ya memang harus diterima. Pertanyaannya sekarang, apakah aturan ini akan benar-benar diberlakukan dengan konsisten dan tanpa pandang bulu? Sekarang, yang ingin diraih dengan aturan ini sebenarnya apa? Mengurangi kebut-kebutan di jalanan umum atau mau mengurangi tingkat kebisingan dan polusi udara? Kalau tujuannya mengurangi kebut-kebutan, saya rasa sih tidak akan terlalu efektif, atau mungkin hanya efektif di awal-awal saja, kan masih banyak cara lain meningkatkan performa motor... Nah, kalau tujuannya point yang ke-2, ya itu harus didukung. Namun, bagaimana pelaksanaannya nanti? Apa polisi nantinya berani menghentikan klub-klub motor besar yang knalpotnya mengeluarkan suara layaknya helikopter????? Lalu, bagaimana nasib bikers jelata? Bagaimana nasib orang-orang yang bekerja di bidang industri knalpot racing? Bagaimana pendapatan bengkel-bengkel tune up dan toko-toko variasi nantinya? Bisa saja nantinya yang menjamur adalah knalpot-knalpot racing yang berwujud knalpot standard! Nah, yang doyan bentuk knalpot non standard bagaimana dong???
Kalau bercermin pada aturan dimarih, knalpot nonstandard tetap legal kok! Bentuknya keren, suraranya juga lebih mantebs dibandingkan standard (walaupun tidak terlalu memekakkan seperti sebelum adanya aturan). Knalpot (Yang kita bicarakan untuk pemakaian di jalan raya lho... kalau di sirkuit sih bebas...) yang dijual oleh produsen-produsen terkemuka selalu dibekali label ABE/EG/BE. Dengan adanya label ini, knalpot nonstandard itu artinya bebas dan legal digunakan di jalan umum. Secara bunyi, knalpot-knalpot ini masih memenuhi standard desible maksimum yang ditetapkan dan demikian juga secara emisi! Kalau ada label dan surat-surat ABE/EG/BE, artinya si pembeli tinggal pasang dan tidak perlu takut terjaring razia polisi.
Nah, bagaimana dengan yang doyan nge-custom sendiri untuk mendapatkan bentuk knalpot yang unik dan tidak ada yang nyamain? Bisa juga legal kok... syaratnya mereka harus menguji knalpotnya ke bengkel TüV yang resmi. Namun, cara ini tidak disarankan, sebab si pemilik harus mengeluarkan duit yang tidak sedikit: 32,6 Euro untuk mendapat rekomendasi bentuk dan kelayakan pemasangan/ desain/dsb. dan 90 Euro untuk mendapatkan surat lulus test kebisingan! Mahal kan.... Makanya, ambil yang sudah dari sananya memiliki ABE/EG/BE!
Di Jerman sendiri, ada juga lho yang bandel-bandel dan nekad. Namun, risikonya kalau ketangkap polisi juga beraaaaat. Apalagi disini bikin SIM harus ikut sekolah dan ujian yang totalnya memakan lebih dari 1000 Euro. Belum lagi denda yang tidak bisa ditawar-tawar. Di samping itu, ada juga lho bengkel TüV yang nakal! Maksudnya, bisa memberi "kelonggaran" surat lulus TüV! Nah, bengkel-bengkel seperti ini biasanya sih "dirahasiakan" sesama pelanggan hihihi... katanya sih yang menjalankan bisnis bandel semacam ini orang-orang Turki (stereotip Bro...).
Terus, bagaimana kalau beli knalpot yang bersurat, tetapi kok kayaknya bunyinya terlalu keras? Nah kalau sudah begini, kan situ bisa memulangkan kembali tuh knalpot ke produsennya. Makanya, bukti pembelian selalu disimpan. Ada juga kasusnya yang tidak tembus razia polisi, meskipun knalpot nonstandardnya dijamin dengan ABE/EG/BE dari produsennya. Nah kalau kasusnya begitu, si "korban" bisa menuntut ke produsennya dan mengganti biaya kerugian (harga knalpot, biaya pengadilan, biaya derek, biaya pengacara dsb.nya).
Bagaimanakah keadaan di Indonesia nantinya??? Pastinya, ketegasan dan kekonsistenan para penegak hukum mutlak disini! Untuk para produsen knalpot, penggunaan sertifikat legal macam yang ada di Jerman boleh jadi menjadi jalan keluar dan kompromi yang baik dengan pihak pemerintah! Aturan tentang knalpot ini memang akan datang waktunya dan tidak bisa dihindari terus-menerus....
Nah buat yang doyan kebut-kebutan pakai knalpot racing, ya ke sirkuit dooooong.. Modal dikit lah.. Yang penting kan jauh lebih aman dan tidak memakan hak orang lain. Ki Gede Anue pun menanyakan kepada Mbah Surip melalui wawancara gaibnya:

Ki Gede Anue: "Mbah Surip.. gimana nih nasib anak-anak muda yang mau jadi pembalap? Kalo knalpot racing dilarang dipakai di jalan raya, jadi ga "hot" dong kebut-kebutannya???? Terus, kalau mereka mau jadi pembalap handal, gimana Mbah?"

Mbah Surip: "HAHAHAHA.... Barangsiapa mau jadi pembalap unggul, kurangi tidur, banyakin Nyentul HAHAHA.......... Pokoknya gas puuuullllllll Okeh??? HAHAHAHAH.."


Foto: bajak!
*AAAARRGGGHHHHHHH... kudu bayar internet ampir 6 Euro huhu...

Kamis, 22 Oktober 2009

Keluarkan Jurus Suzuki Sixteen!




Mungkin saja Suzuki mengeluarkan motor sport 250 cc yang dapat membuat Ninja 250 R berniat kembali naik gunung untuk memperdalam ilmunya. Namun, perlu diingat lagi, turun di kelas ini tidak akan mudah, mengingat Suzuki harus rebutan lahan dengan Kawasaki. Bisa jadi di awal penjualan produk mereka disambut meriah,-barang baru gitu lho...- tetapi untuk selanjutnya, tentu konsumen berpikir ulang, Ninja 250 R atau pendekar 250 ccnya Suzuki??? Suzuki harus extra hati-hati disini, jangan samai jagoan baru mereka hanya (kembali) berumur pendek.
Ki Gede Anue yang dimintai pendapatnya langsung melakukan terawang gaib. Menurut beliau, Suzuki bisa meluncurkan jurus lainnya yang memiliki pasar lebih besar. Yup, mainan skutik! Bedanya, sikat kapasitas besar! Kenapa begitu?????

1. Di blognya Mas Tri berkali-kali diterangkan, pasar skutik kedepannya semakin membesar! Ini saya lihat tidak lepas dari bertambah banyaknya biker baru yang butuh motor yang gampang dikendarai dan biker lama yang mencari kepraktisan (malas bersihin dan melumasi rantai misalnya).
2. Meningkatnya kemacetan lalu lintas pun semakin meningkatkan minat akan motor skutik.
3. Kelas ini baru dihuni skutiknya Minerva, tetapi kan nama Minerva masih banyak yang meragukan dan katanya sih performanya tidak memenuhi ekspektasi atas motor skutik 150 cc.
4. Tenaga besar memang disukai! Kenapa Yamaha Mio begitu kuat bercokol? Bukan hanya sebagai perintis, performa, desain atau berlimpahnya aksesoris saja, tetapi juga berlimpahnya komponen racing dan bore up untuk skutik yang satu ini dibandingkan kompetitornya! Ya kalau dari sudut pandang saya, dalam urusan kemudahan korek-mengorek mesin, Mio lah penggantinya RX-King!
5. Melirik ke skutik-skutik bore up sekarang, banyak yang ingin kencang tetapi enggan melakukan bore up. Ya karena takut umur mesinnya pendek. Oleh karena itu, motor skutik bertenaga besar standard pabrik punya peluang besar disini, dah kenceng, ada jaminan mesinnya lagi!

Nah, di Jerman dan negara-negara Eropa lainnya, Suzuki meluncurkan Suzuki Sixteen. Motor yang iklannya dibintangi Alessandro Del Piero ini punya jurus bagus yang bisa diterapkan Suzuki di Indonesia. Nama Sixteen sendiri berasal dari ukuran ring velgnya yang 16 inci, yang bukan merupakan ukuran lumrah untuk skutik. Untuk data lengkapnya silahkan di google sendiri (maklum, internet bayar nih huhu...). Singkatnya, Suzuki Sixteen ditawarkan dua versi, yang 125 cc dan 150 cc. Semua fitur yang ditawarkan identis, hanya beda di kapasitas saja! Dengan cara itu, Suzuki bisa menghemat biaya produksi. Ini terlihat dari perbedaan harga, si Sixteen gambot hanya lebih mahal 240 Euro (buat ukuran sini murah banget tuh...)! Sixteen 150 berkapasitas tepatnya 156 cc dan menghasilkan tenaga maksimum hingga 15 PS dan torsi maksimum 13,2 Nm. Artinya, tenaga maksimumnya lebih besar 2 PS dibandingkan yang 125 cc. Top speednya pun diterangkan Suzuki Jerman setinggi 110 Km/jam. Bandingkan dengan Address 125 yang diterangakn Suzuki di situs resmi yang sama hanya memiliki top speed 95 Km/jam!
Nah, kalau Suzuki mengeluarkan jurus ini untuk pasar Indonesia, mantebs toh... Di kelas bebek disikat Satria FU, dan di kelas Skutik pun bisa dirajai dalam urusan performa! Tidak perlu memproduksi model-model baru. Untuk mengirit nafas, gunakan saja skutik yang sudah beredar, tinggal tingkatkan saja kapasitasnya seperti di jurus Suzuki Sixteen 125 dan 150!


Terawang Gaib by Ki Gede Anue

Kamis, 15 Oktober 2009

Goodbye Jena........

Sehubungan dengan gagal maningnya saya mendapatkan kamar sendiri dengan harga terjangkau di Jena dan kota-kota tetangganya, saya terpaksa mencari kamar di kota yang agak jauh. Akhirnya dapat juga, di Bochum! Yup, buat yang tahu Jerman, ini kota letaknya di Ruhrgebiet, di negara bagian Nordrheinwestfalen yang terletak di bagian barat Jerman. Saya pilih Bochum, karena pernah kuliah 1 semester di kota ini akhir tahun 2004 lalu, ya minimal tidak merasa asing-asing amat lah...
Memang jauh sih, tetapi apa boleh buat. Saya juga senang bisa memperoleh kamar sendiri. Kedengarannya memang konyol, tetapi asli saya tidak bisa mendapatkan kamar di Jena. Di Gästehaus (guest house) full sampai Desember. Di Ferienwohung pun (rumah yang biasa disewakan untuk liburan) habis diembat mahasiswa baru yang mau kuliah di Jena. Soal ngantri di Studentenwerk (yang ngurusin asrama untuk mahasiswa) haha, sudah 4 kali ke sana dan hasilnya nihil, lamaran kamar dari bulan Mei pun ternyata tidak membantu... Mau tinggal di WG (apartemen yang sharing dengan orang-orang lain) ataupun apartemen sendiri, sulit, karena visa saya hanya sampai Desember ini.
Sebenarnya bertepatan juga kemarin dengan hari pertama saya membuat posting di motor blog beraliran sesat ini. Satu tahun sudah kebersamaan kita... entah berapa lama lagi kita akan bersama huhuhu... tissu dong... ...huhuhhu.. crrroooott...crooot...huhuhu... crrrot..
Terimakasih kepada rekan-rekan blogger tanah air yang sadar atau tidak sadar banyak menemani hari-hari saya disini... terimakasih juga untuk Bro sekalian yang rela-rela sesat bin nyasar ke blog ini.. Maaf kalau ada tulisan atau komentar-komentar saya yang ga sreg di hati sampeyan.. Maaf juga kepada Bro yang requestnya tidak bisa saya penuhi.. mungkin di lain waktu ya.. maklum, ga punya akses internet nanti di Bochum.. mesti ke warnet hehe.. itu juga kalo ada warnetnya.. dan itu juga kalo ada duitnya hihihi...Ya sampai jumpa lagi lah...Pokoknya Tetap sesat, tetap semangat!!!!!!!!!!
Deeeeeeeeeeeeeee...............

Masuk Indonesia, Jika:







Seringkali kita iri kalau melihat motor-motor yang beredar di negara-negara asing. Pabrikan Asia maupun Eropa tidak segan mengeluarkan motor-motor dengan segmen pasar yang terbatas dan sangat terbatas. Apakah ini pertanda ATPM kita terlalu malas atau terlalu angkuh untuk berjualan dalam skala ketengan?
Namun, bukan berarti selamanya kita akan disuguhi level yang ini-ini saja. Keadaan pasar dan persaingan terus berkembang. Biarpun aturan membatasi kapasitas hanya 250 cc, bukan berarti yang di bawah 250 cc harus motor yang mengedepankan sisi ekonomis saja kan? Bukannya kita juga mau gaya? Dan bukannya semakin banyaknya rakyat Indonesia yang menjadi bikers akan semakin menggiurkan para ATPM?
Para mobilers yang dulu enggan naik motor, tetapi karena kemacetan yang melanda ataupun harga bensin yang terlalu tinggi pun mulai beralih ke motor. Dengan rezeki yang berlebih, tentunya segmen pasar baru tercipta disini. Tuntutan-tuntutan akan motor berkapasitas kecil dengan kualitas dan finishing top semakin meningkat. Nah, sampai hari ini, baru KMI lah yang mengambil lahan ini.
Apakah sebenarnya yang menghalangi niat ATPM lain meluncurkan produk premium berkapasitas dibawah 250 cc? Takut kurang laku? Takut imagenya rusak karena bakal banyak yang mengeluhkan urusan suku cadang? Malas keluar biaya untuk mengedukasi para mekaniknya? Atau prinsip mirit-mirit jurus masih diikuti disini? Ya kaya main kartu cangkulan lah, kartu besarnya pasti keluar belakangan... Atau tunggu sampai keadaan benar-benar memaksa mereka untuk menjual motor-motor yang jumlah penjualannya terbatas? Kalau sampai begitu, ya artinya kita masih harus menunggu lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.........
Foto n Edit: HP-Klassikku

Senin, 12 Oktober 2009

Memori: World Superbike Sentul 1997

Sayang waktu penyelenggaraan World Superbike Sentul tanggal 10-12 Oktober 1997 lalu saya masih kecil, belum doyan sepeda motor. Saya rasa, banyak juga dari Bro sekalian yang melewatkan event dahsyat penyelenggaraannya sangat dinanti-nanti kembali di tanah air. Kebetulan saya dapat buku murah di Sachsenring lalu, isinya seputar kejuaraan WSBK 97. Kebetulan, saat itu Sentul menjadi seri penutup WSBK 1997.

Kita mulai ceritanya... Kocinski, meskipun sudah menjadi juara dunia, tetap tampil ngotot di Sentul. Meskipun keracunan makanan (makanya, dibilangin orang bule kagak kuat makan rujak bebek pedes kaga percaya seeehh!!!), dirinya tetap mendominasi sesi latihan, diikuti oleh Fogarty, Chili, Slight dan Crafar. Catatan waktu Kocinski dengan RC45 tampaknya belum rontok hingga saat ini oleh motor-motor Superbike lainnya yang menjajal Sentul. Pembalap USA ini mampu meraih pole di sirkuit sepanjang 3, 965 Km ini dengan catatan waktu 1: 26, 839 menit (164, 373 Km/h) dan fastest lapnya 1: 27, 151 menit (163, 784 Km/h) !

Sebenarnya, seri penutup di Sentul tidak lagi berpengaruh pada perebutan gelar juara dunia, sebab John Kocinski telah mengamankan posisinya di seri sebelumnya di Sugo, Jepang. Meskipun begitu, pertempuran tetap berlangsung edan-edanan. Meskipun Kocinski satu-satunya pembalap jempolan yang berhasil membawa Honda RC45 menjadi motor juara dunia, "keegoisannya" membuat Honda gagal menduduki posisi 1 dan 2, karena dia tidak membiarkan Aaron Slight menang di Sentul. Duet maut mereka dalam race yang bersuhu udara hingga 35 ° Celcius dalam bayangan bisa Bro saksikan di Youtube:

http://www.youtube.com/watch?v=ZD5Sc2Ub7-Y


Foto disamping memperlihatkan keadaan di podium race 1. Hanya ada Kocinski si juara dan Carl Fogarty di podium 3. Aaron Slight yang masih harus rebutan posisi wakil juara dunia dengan Fogarty ngambek berat gara-gara "little John" tidak memberikan jalan kepadanya. Akibat kekurangsportifannya, Slight pun harus membayar denda sebesar 5000 Frank Swiss.

Di race 2, Kocinski melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya di musim WSBK 97. Baru kali ini dia tidak meraih poin akibat ngotot memotong racing line andalan Kawasaki saat itu, Simon Crafar. Akibatnya, Fogarty dapat durian runtuh. Ia menutup musim dengan manis karena dapat meraih gelar wakil juara dunia WSBK 97 sekaligus mendapatkan kemenangan ke-6nya musim itu. Aksi mereka bisa Bro lihat juga di Youtube:

http://www.youtube.com/watch?v=k3223pwZ19o


Seru kan kalau lihat videonya! Kapan lagi yah di Sentul bisa ada jago-jago balap motor dunia kembali beraksi habis-habisan?????

Di akhir race ke-2 Sentul yang merupakan race penutup WSBK 1997, Kocinski unggul dengan 416 point, disusul Carl Fogarty dengan Ducatinya yang mengoleksi 358 poin. Aaron Slight harus puas di tempat ketiga dengan 343 poin karena finish dibelakang Foggy, Yanagawa dan Haga di race terakhir. Posisi ke-4 dihuni Yanagawa yang di Sugo menjadi juara dan di Sentul kembali menundukkan Nitro Nori! Dan di posisi terakhir, yakni ke-13, ada pembalap Indonesia yang tertinggal 2 lap, Om Yudha Kusuma yang menggeber Kawasaki. (BTW, Si Om yang satu ini apa kabarnya ya? Kayanya terakhir tahun 1997 apa 1998 masih jadi juara nasional Superbike dengan Duke 916...).

Di pesta perpisahan di Jakarta, tampak Scott Russel, si penunggang Yamaha YZF-750 SP menunjukkan kualitasnya sebagai entertainer. Doi menyanyi diiringi gebukan drum Jamie Whitham, si jagoan Suzuki dan alunan Keyboard Aaron Slight yang dipeluk mesra istrinya, Megan. Nice moment... very nice.... Di sirkuit sikut-sikutan, habis race bisa jadi sebuah band!


Pesan Khusus untuk Doni Tata:

Mudah-mudahan sampeyan masih terus berkiprah di tahun-tahun mendatang di arena balap internasional. Masyarakat Indonesia dan Asia pada umumnya mendukungmu Don... Prestasi yang sekarang sudah lumayan lah, minimal bisa membuka mata kita semua, untuk menjadi juara ataupun sebatas kompetitif di tingkat dunia itu beraaaaaaattt... Butuh waktu dan proses...

buktinya, di Sentul 1997, Colin Edwards masih di urutan 12 (79 poin) dengan YZF 750 SP. Haga dengan motor yang sama pun masih di urutan 13 dengan 79 poin. Dan.... sang legenda baru World Superbike, Troy Bayliss, saat seri akhir di sentul masih berada di posisi ke-20 (22 poin) dengan motor Suzuki!

Nah tahun 1997, siapalah itu seorang Troy Bayliss?????????? Kalau sekarang, jangan ngaku penggemar motorsport kalau tidak kenal Troy Bayliss! Apa jadinya kalau Bayliss yang saat itu cuma bisa masuk 20 besar sampai menyerah??!!!! Makanya, Bayliss sudah memberi contoh beratnya perjuangan ke puncak elit WSBK! Jadinya, jangan sampai Doni Tata yang masih belia sampai terlalu dini tersingkir dari kompetisi balap motor dunia. Tariiiiiiiiiiiik teruuuuuuuuusss LAy........... eh, Don................




Sumber:

Jürgen Gaßebner: Superbike WM '97

Yamaha XS-1, Pelopor 4 Tak Yamaha

Jika tidak ada motor yang satu ini, jangan harap Yamaha bisa bertahan hidup sampai sekarang dan bahkan hampir bisa dipastikan menjuarai berbagai macam kejuaraan dunia balap motor 4 tak.
Buat Bro yang ada perhatian pada motor klassik Yamaha, pasti kenal dengan Yamaha XS 650 yang populasinya di tanah air lumayan banyak. Nah XS-1 ini adalah pendahulunya. Tidak hanya itu, XS-1 adalah motor massal pertama Yamaha yang menggunakan mesin 4 tak. Jadi, buat yang naik R-1 sekalipun, jangan durhaka sama mbahnya yang satu ini. Dia memang jadul, tetapi kalau bikers pencinta motor klassik menyebutkan ciri-ciri fisik motor klassik, maka XS-1 bisa memenuhinya!

Yamaha sendiri mulai mengembangkan mesin 4 tak sejak tahun 1967. Mereka sadar, jika ingin dapat bagian besar di pasar, mereka harus punya produk 4 tak. Padahal saat itu, motor 2 tak Yamaha sudah dikenal sebagai motor-motor kencang dan bertenaga besar. Bahkan pembalap pabrikan mereka, Phil Read, di tahun 1968 adalah juara dunia GP 125 cc dan GP 250 cc bersama si garputala.

Yamaha tidak hanya ingin jaya di sirkuit, di pasar motor pun, Yamaha ingin lebih banyak bicara. Terlebih lagi mereka sudah tertinggal oleh Honda dengan CB 450 K-nya dan Kawasaki dengan motor 4 tak 624 ccnya, yakni Kawasaki W1. Yamaha yang mengincar pasar USA pun menyusun strategi. Mereka memutuskan mengambil jalan aman, yakni menjiplak pola yang digunakan motor-motor Inggris yang saat itu merajai pasar motor USA. Yamaha pun mengambil desain ala motor Inggris dan konstruksi mesin twin paralel tegak yang menjadi ciri khas motor Inggris. Langkah Yamaha yang ingin menggulingkan dominasi motor Inggris dengan motor yang serupa pada awalnya dipertanyakan para pencinta dunia roda dua. Mereka meragukan, apakah langkah Yamaha ini merupakan langkah yang cerdas. Apakah mungkin, motor Jepang dengan konsep yang sama dapat menggulingkan kedigdayaan motor-motor Inggris seperti Triumph Bonneville dan BSA Lightning?????

Keraguan ini cepat ditepis oleh hasil penjualan Yamaha XS-1 dan kedua penerusnya, yakni XS-2 dan XS 650. Perawakan mesin XS-1 yang mirip motor Inggris sebenarnya hanya mirip sekilas saja. Di dalamnya, banyak perbedaan yang ditawarkan mesin 654 cc made in Japan itu. Mesin XS-1 memiliki 2 silinder dan total 4 buah klep yang digerakkan sebuah noken as. Mesin berpendingin udara ini menghasilkan tenaga maksimum yang cukup kompetitif, yakni 53 PS@ 7000 rpm. Mesin yang disuplai 2 karburator ini dibekali gearbox dengan 5 tingkat percepatan. Karena bobotnya yang cukup berat, yakni 195 Kg, akselerasinya dinilai biasa saja. Top speednya pun mentok di 169 Km/jam. Yang menolong penjualan XS-1 adalah desainnya yang terkesan langsing dan simple. Kelemahan overweight tertutup oleh desainnya yang mengacu ke motor Inggris. Desain itu berhasil menipu banyak bikers, karena XS-1 seakan-akan lebih ringan dibandingkan Bonneville, padahal tidak! Mesin XS-1 mulai menimbulkan getaran yang dirasakan bikersnya saat memasuki 4000 rpm. Untungnya, ketika memasuki 7500 rpm, getaran itu menghilang. Dan untungnya lagi, mesin XS-1 dikenal bandel dan cukup handal.

Sisi lemah XS-1 yang sering dikritik adalah rangka dan lengan ayunnya yang dinilai kurang kaku. Ditambah lagi suspensi doi yang terlalu empuk membuat XS-1 menimbulkan gejala oleng saat digeber di kecepatan tinggi. Lebih parah lagi, stabilitas dinilai hilang saat melewati jalan yang bergelombang di kecepatan tinggi. Dalam hal ini, motor-motor Inggris diakui memiliki handling lebih baik. Namun, untuk pengendaraan normal dan santai, XS-1 dianggap tidak bermasalah.

XS-1 tertolong penjualannya akibat laporan Cycle World yang memberitakan, bahwa XS-1 memenuhi semua kriteria untuk menjadi idola baru. Cycle World pun memuji, kelemahan XS-1 hanya sedikit. Berita positif dari media, plus kehandalan mesin dan harga yang ekonomis membuat XS-1 laris manis. Desain yang "mencontek" motor Inggris dan bermain aman pun turut memuluskan jalan XS-1 dan keturunannya, yakni XS-2 dan XS 650 menjadi motor terlaris di USA pada tahun 70an (Tampaknya kembali terulang lho soal desain Yamaha yang berkiblat ke motor yang sedang laris di pasaran, si R6, R7 dan R1 kan berkiblat ke Ducati 916 yang memang desainnya paling dipuji-puji saat ketiga motor ini diluncurkan!). XS-1 memang tidak sempurna, tetapi untuk ukuran motor 4 tak perdana, dinilai sangat memuaskan....


Sumber:

Roland Brown: Motorräder, Faszination und Abenteuer

BMW K-1, Awal Radikalisme BMW

Bro pastinya pernah dengar atau melihat gambar-gambar BMW K-1 kan? Kalau melihat sepintas, memang mengingatkan pada motornya Ksatria Baja Hitam, si Roadsector ya? Memang di akhir tahun 80-an, motor aerodinamis begitu wujudnya. Kalau buat kita sekarang terlihat cupu, dulu ni motor adalah salah satu yang paling futuristis!
BMW K-1 bisa dibilang sebagai tonggak gebrakan BMW dan menegaskan perubahan radikal dalam produk-produk mereka selanjutnya. BMW yang tadinya dikenal sebagai produsen motor touring yang nyaman, efisien dan berdesain konvensional, beralih menjadi pabrikan yang berani meluncurkan desain extra berani dengan corak warna yang bikin "sakit mata".

K-1 sendiri sudah dikembangkan sejak tahun 1983. Motor yang diluncurkan untuk pertama kalinya tahun 1989 ini dibekali mesin yang dikembangkan dari mesin BMW K 100 RS. Mesin 4 silinder segaris tiduran yang sudah DOHC dengan 16 klep dan berkapasitas 987 cc ini mampu menghasilkan tenaga hingga 100 PS @ 8000 rpm. Tenaga 100 PS mesin berpendingin air ini sebenarnya dibatasi lho.. Motor dengan 5 tingkat percepatan ini memiliki bobot yang cukup berat, yakni 259 Kg. Namun, untuk ukuran motor touring, berat ini masih dalam batas normal. Meskipun bobotnya berat, K-1 sanggup menembus 233 Km/jam dan tetap stabil, meskipun top speed sudah diraih. Ini tidak lepas dari rancangan fairing yang sangat matang! Untuk ukuran motor besar bertenaga 100 PS, top speed segitu sulit diraih. Berkat fairing yang terbukti dalam test akhir tahun 1988 sebagai fairing dengan aerodinamika terbaik, K-1 mampu meraih top speed yang tinggi dengan berbekal tenaga hanya 100 PS.

Dibalik jubahnya yang terlihat radikal, tersimpan rangka pipa baja yang konvensional. Meskipun begitu, kaki-kaki BMW termasuk yang terbaik di zamannya. Dengan garpu depan dari Marzocchi dan di buritan dengan lengan ayun pro arm Telelever, K-1 dinilai memiliki peredaman yahud dan mantabs melibas tikungan cepat. Walaupun tidak cocok untuk balap, akselerasinya dinilai baik dan manuvernya di tikungan capat sangat yahud. Hanya saja, mulai 5000 rpm, rider mulai merasakan getaran yang ditimbulkan mesin. Sebagai motor touring, K-1 dipuji kenyamanan dan stabilitasnya di kecepatan tinggi. Fairing dan spakbor depan yang extra gambot bekerja sempurna mengurangi hambatan udara. Hanya bagian helm pengendara saja yang masih terkena terpaan angin dari depan. K-1 yang nyaman karena dilenkapi jok yang lebar ternyata juga memiliki kelemahan akibat konsep aerodinamikanya. Box integral di bagian kanan-kiri bodi belakang motor memang didesain aerodinamis, tetapi untuk ukuran motor touring, kedua box ini dianggap terlalu kecil. Para pengritik bahkan bilang: Cuma bisa buat nyimpen sikat gigi dan kartu kredit! Kedua box ini juga menjadi titik lemah, sebab menyulitkan pemasangan box tambahan!

Di segi pengereman, Brembo menjadi nama yang tidak perlu diragukan lagi. Bagi mereka yang peduli dengan keselamatan, bisa melengkapi K-1 dengan teknologi ABS! Yoi... ABS tuh! Belum lagi segambreng teknologi di sektor pengapian yang membuat K-1 sanggup menaikkan standard teknologi permotoran dunia. Tidak heran, dengan seabrek inovasinya, K-1 dipilih banyak media masa dalam negri dan internasional sebagai Motorcycle of the Year! K-1 sendiri hanya diproduksi selama 4 tahun. Pada tahun 1993, K-1 terakhir berwarna kuning meluncur dari pabriknya di Berlin-Spandau. Total, BMW hanya memproduksi 6921 unit K-1.

BMW ber-ABS ke-1 juta

Pada tanggal 31. Agustus 2009, meluncurlah sebuah BMW K 1300 R berintegral ABS yang ke-1 juta dari pabrik motor BMW di Berlin-Spandau. Pada tahun 2004 lalu, BMW ber-ABS yang ke 500 ribu diluncurkan, yakni tepatnya BMW R 1100 RT. Jangan sampai kalau kita punya motor ber-ABS jadi "ketinggian hati". Sebab, BMW sudah meluncurkan motor ber-ABS sejak 21 tahun lalu... Jadul tuh hihihi... I love jadul..............

Sumber:

Roland Brown: Motorräder: Faszination und Abenteuer

Majalah PS bulan September

http://www.mucpaoso.de/index-Dateien/Page335.htm

Foto: HP-Klassikku

Kamis, 08 Oktober 2009

Tenaga Kecil, Top Speednya kok Tinggi????

Judul artikel ini sepertinya salah satu pertanyaan yang kadang muncul di benak kita kalau mendengar ada motor yang secara teknis bertenaga kecil, tetapi si pemilik mengatakan top speednya tinggi. Sebagai sesama pengguna motor, seringkali kita tidak percaya... kan kita sama-sama punya pengalaman... Namun, kalau ditanyakan, apakah motor bertenaga kecil top speednya bisa tinggi, saya jawab: BISA! Nah, apalagi kalau hanya sebatas pengukuran top speed diatas dyno jet yang tidak memperhatikan faktor beban, hambatan angin, pergesekan ban dengan jalanan dsb.nya.
Anggap saja Honda Tiger standard yang memang bukan untuk dipakai balapan kalau di jalanan umum dengan panjang sekitar 800 meter hanya mampu menunjukkan 130 Km/jam di spidometer. Nah, dengan metode mengukur kecepatan di roda belakang dengan gigi teratas dan tanpa beban, tentunya top speednya jauh diatas itu! Jika di jalan saat meraih angka di spidometer 130 km/jam rpm-nya tertera 9500 rpm , maka jika digeber maksimal di gigi 6 dan rpm tertera 11000 (kira-kira nih...) kecepatan yang tercatat di roda belakang adalah 150 Km/jam. Seperti yang sudah dibahas, angka 150 km/jam sangat-sangat sulit diraih sebuah Honda Tiger Standard, karena tenaga maksimumnya yang hampir 17 PS itu diraih di 8500 rpm! Jika tenaga maksimum itu diraih di 11000 rpm (ganti timing pengapian) dan yang lainnya tetap sama, kemungkinan meraih top speed 150 km/jam jauh lebih besar, tetapi karena tenaganya terlalu kecil, top speed itu tidak akan dicapai dalam jarak hanya 800 meter itu!
Kita kembali ke pertanyaan judul! Kenapa saya jawab bisa? Ya sebab sudah ada contohnya... ambil saja performa Kreidler sebagai juara dunia paling sukses motor-motor 2 tak berkapasitas imut. Kreidler untuk GP 50 cc yang memang hanya berkapasitas 50 cc hanya bertenaga 18 PS, tetapi motor awal tahun 70an ini dirancang untuk berkitir hingga 17000 rpm! Dengan bobot extra singset (70 Kg), fairing aerodinamis dan profil ban tipis, motor cabe rawit ini bisa mencapai top speed 210 Km/h! Bahkan motor 50 cc mereka yang sudah menggunakan fairing khusus untuk memecahkan rekord top speed, di tangan pembalap Belanda, Henk van Kessel, bisa tembus 221, 5861 Km/jam saat digeber di lintasan extra panjang, yakni Salt Lake Utah!
Jadi, bukan tidak mungkin kan dengan tenaga kecil, tetapi top speednya tinggi... Namun, syaratnya ya itu tadi: bobot extra ringan, fairing aerodinamis, putaran mesin extra tinggi, tenaga puncak diraih di putaran mesin extra tinggi, final gear yang sesuai, dan lintasan extra panjang. Kalau ada yang sesumbar punya motor top speednya tinggi, tetapi motornya tenaganya kecil dan bobotnya (masih) berat alias belum diet dan masih menggunakan velg dan ban standard, artinya tuh motor tenaga puncaknya diraih di putaran tinggi, bodinya sangat aerodinamis dan butuh lintasan extra panjang. Kalau syarat-syarat itu tidak dipenuhi, ya artinya top speednya hanya tinggi di atas dyno jet (tanpa beban), kalau di jalanan sih lain ceritanya........

Cara Memperbaiki Top Speed (3)

Kita lanjutkan bicara mengenai cara-cara meningkatkan top speed. Cara yang kali ini sebenarnya termasuk gampang-gampang susah untuk kita-kita di Indonesia yang motornya bertenaga relatif kecil. Cara yang saya maksud adalah memakai fairing.
Kenapa gampang-gampang susah? Ya karena pemilihan fairing harus memperhatikan berbagai faktor. Bukan hanya desainnya saja yang (minimal) harus sreg dengan selera kita (males dong pake motor ga sesuai selera...), tetapi juga harus diperhatikan bobot dan aerodinamikanya.
Bobot fairing harus seminimal mungkin agar tidak menahan akselerasi awal dan terlalu membebani saat ingin meraih top speed. Nah, berhubung saat ini fairing yang ringan terbuat dari serat karbon, susah toh... muahaaaaaallnya itu lho...
Faktor kedua adalah aerodinamika. Fairing jangan sampai besarnya berlebihan karena malah akan merugikan sisi aerodinamika motor. Fairing yang kedodoran malah akan menurunkan top speed, bukan menambahnya, sebab bukan cuma tertahan oleh lebar si fairing, tetapi juga oleh turbulensi udara yang tercipta di sela-sela fairing yang kedodoran itu.
Buat motor-motor yang umum beredar di tanah air yang tenaganya terbatas, wajar saja penggunaan fairing sebatas dibilang "buat gaya", sebab hasil yang diraih dengan penambahan bobotnya dibandingkan dengan keuntungan dari segi aerodinamikanya jelek. Jadi risikonya, akselerasinya melambat, top speed yang ingin dicapai pun sukar diraih. Fairing yang dipasang pun sia-sia! Buat apa pasang fairing, kalau motornya mau tembus 140 Km/h saja tidak sanggup??? Artinya tujuan penggunaan fairing yang dimaksudkan untuk mengurangi daya hambat udara, kurang terpakai! Di motor besar maupun mobil-mobil berkelas, desain yang dari segi aerodinamika baik sangat dikejar, bukan cuma untuk mengejar kestabilan di kecepatan tinggi, tetapi bodi yang aerodinamis juga bisa meningkatkan efisiensi bahan bakar.
Nah, sekarang terserah pertimbangan masing-masing untuk penggunaan fairing. Sebagai gambaran yang jelas, saya kutip lagi dari pembahasan Kawasaki ER-6 yang naked dan yang berfairing yang pernah kita bahas 2 bulan lalu:
1. Dengan bobot 196 Kg, Kawasaki ER-6n lebih ringan 4 Kg dibandingkan ER-6f (berfairing)
2. Mesin sama, sama-sama bertenaga 72 PS @ 8500 rpm dan bertorsi max 66 Nm @ 7000 rpm.
3.Akselerasi ER-6n dari 0-100 KM/h adalah 3,9 detik, sedangkan saudara kembarnya yang berfairing butuh 4,2 detik.
4. Sebaliknya, tanpa fairing, ER-6n hanya mau digeber hingga 200 Km/h, kalah dari ER-6f yang memiliki top speed 210 Km/h.
Berdasarkan data ini, dapat disimpulkan dong, kalau fairing menambah top speed, tetapi seiring bertambahnya bobot, akselerasinya pun jadi turun....
Foto: HP-Klassikku

Selasa, 06 Oktober 2009

Cara Memperbaiki Top Speed (2)

Hoaaaa, meskipun tadinya niatan nge-blog lagi kalau sudah dapat kamar, tetapi berhubung sudah sejak Oktober ini hidup dari kebaikan teman-teman yang memberi tumpangan (ga enak bgt numpang huhuhu... apalagi kalo yang ngasih tumpangan terlalu baik) karena cari kamar selalu gagal maning, bahkan sampai ke hostel dan rumah yang sering disewakan untuk liburan pun penuh, hari ini blog coba saya up-date sajalah...
Kita lanjutkan pembahasan tentang cara-cara memperbaiki top speed. Diagram hasil dyno jet ini sebenarnya berasal dari hasil test Kawasaki Z1000. Grafik biru menunjukkan performa standard, grafik merah adalah performa setelah pencangkokkan power commander plus filter udara DNA dan sedikit modifikasi airbox, dan terakhir grafik hijau menunjukkan kurva tenaga setelah ditambahkan knalpot racing Micron. Namun, grafik ini saya pinjam hanya untuk memberikan gambaran kurva tenaga sebuah motor. Di diagram saya tuliskan perumpamaan hasil dyno jet sebuah Honda Tiger yang sudah korek karburator, pasang knalpot racing plus koil dan kabel busi high performance.
Anggap saja hasil yang diraih tercatat tenaga maksimum di roda belakang 19 PS @ 8500 rpm. Di saat tenaga maksimum diraih, tercatat kecepatan yang terukur dari putaran roda belakang 121 Km/h. Kok rendah? Sama aja kaya bebek dong???? Begini Bro, kecepatan yang diraih di roda belakang saat tenaga maksimum diraih itu bukan top speed yang bisa diraih, tetapi top speed yang paling mudah diraih. Di motor-motor Superbike sekarang pun, kecepatan di roda belakang saat tenaga maksimum diraih berkisar 260 Km/h, walaupun top speednya diklaim di 300 Km/h.
Nah, banyak kan yang ngorek Honda Tiger ataupun motor-motor 4-tak lainnya yang agak jengkel, sebab kenaikkan top speed tidak terlalu signifikan dibandingkan kenaikkan akselerasi. Honda Tiger yang sudah dikorek pun bisa sangat cepat meraih 120 Km/h, tetapi kenapa setelah itu sukar menembus batas itu? Kenapa seakan-akan setelah menyentuh 120 Km/h tenaga yang tadinya meledak-ledak mendadak kehabisan nafas?? Ya jawabannya bisa dilihat di diagram Dyno jetnya! Jadi, di perumpamaan ini, setelah motor menembus 121 Km/h, grafik tenaga menurun... Bahkan di grafik Kawasaki Z1000 ini sangat terlihat, tenaganya turun drastis sejenak setelah menyentuh tenaga puncak.
Anggap saja untuk tembus 130 Km/jam, jarum rpm Honda Tiger berkaki standard harus menunjukkan 9000 rpm di gigi 6. Nah, karena tenaga menurun setelah meraih 8500 rpm (karena eingine mapping yang masih standard), misalnya di 9000 rpm tercatat hanya 16 PS, di 10000 rpm turun terus jadi 13 PS dan akhirnya di 13000 rpm jebol wakakak... Nah karena itulah top speednya susaaaaaaaaaaaah naik Bro... Artinya, bagaimana mau enteng meraih 130 Km/jam kalau tenaga yang tersedia di 9000 rpmnya sudah turun jadi 16 PS! JAdi, kalau Sampeyan mau motornya bisa ikut melonjak top speednya tanpa mengubah-ubah timing pengapian atau ganti-ganti CDI racing, cara paling gampang ya menggunakan ban yang diameternya (bukan lebarnya lho!) lebih besar dari standard. Untuk Honda Tiger, cara inilah yang paling mudah, sebab AHM setahu saya hanya menyediakan gir-set standard. Adapun produk variasi di pasaran, katanya sih daya tahannya kurang memuaskan. Nah untuk urusan peranti macam sproket, bahaya dong kalau sampai somplak ketika top speed diraih....
Nah, mungkin kalau AHM benar-benar niat mendongkrak penjualan motor-motornya, sediakanlah ukuran sproket-set yang non standard! Konsumen kan kebutuhannya beda-beda... Dengan pilihan berbagai kombinasi, kebutuhan konsumen akan terpenuhi... Setting sproket penting lho AHM... kenapa sih ga dipenuhi keinginan konsumen yang satu ini???!!!!!!!!
Bajak n Edit: HP-Klassikku